Senin, 25 Oktober 2010

Cerita yang mengharukan ....

Beberapa hari yang lalu saya mendengar cerita dari beberapa sahabat. Mereka bercerita tentang kisah hidup seseorang yang bisa di anggap sebagai panutan dalam menjalani hidup di zaman sekarang.

Adalah seorang perempuan muslimah, yang insyaallah keimanannya tidak diragukan lagi. Umurnya sudah memasuki usia dewasa. Usia dimana wanita seumurnya sudah banyak yang memasuki mahligai rumahtangga. Usianya sudah memasuki kepala 3. Apalah lagi yang kurang dari perempuan ini. Ia salah seorang alumni dari salah satu perguruan tinggi di bidang ilmu kesehatan, sudah memiliki pekerjaan tetap, bungsu dari 4 bersaudara, dan terpenting sudah siap untk di pinang. Namun naas nya belum ada satu orang pria pun yang meminangnya.

Beberapa bulan yang lalu, beliau di berikan kepercayaan untuk menjadi salah satu pengisi materi dalam seminar yang di selenggarakan oleh pihak sekolah. Selayaknya seorang pemateri, ia melaksanakn tugasnya dengan baik. Namun ia tidak menyangka ada sepasang mata indah yang terus memperhatikan gerak-geriknya.

Mata itu miik seorang pemuda yang pada hari itu juga diberikan tanggung jawab untuk mengisi acara hiburan pada seminar itu. Pemuda yang gagah, cerdas, pandai bernyanyi dan masih sangat muda, sekitar 21 tahun.

Mungkin itu lah yang di namakan "jodoh tak akan lari kemana". Selama seminar tersebut berlangsung, sang pemuda selalu hadir. Dia juga mulai menyebarkan "antek-anteknya" hanya untuk mengetahui siapakah sebenarnya sosok perempuan yang telah berhasil menggoyahkan hatinya yang sekuat karang. Anna Khoirunnisa, itu lah nama indah yang dimiliki perempuan itu.
selang satu minggu, Arif memberanikan diri untuk menemui sang pujan hati. Pada saat itu juga ia meminang Anna untuk menjadi penamping hidupnya.

Alangkah terkejutnya sang perempuan. Orang yang belum ia kenal dengan baik telah meminangnya, apalagi jika di lihat sng pria lebih muda dari dirinya. Subhanallah !!
Satu minggu waktu yang diberikan untuk saling mengenal dengan keluarga masing-masing, waktu yang diberikan kepada masing-masing untuk bertanya kepada Sang Pencipta, benarkah ia jodohku. Setelah satu minggu berjalan, terciptalah keyakinan antara kedua belah pihak bahwa ini memang takdir Yang Maha Kuasa. Maka di tentukanlah hari bahgia untuk menggelar walimatul 'ursy.

Dan sekarang, sepasang suami istri yang sudah sah telah melaluinya dengan bahagia. Meskipun perbedaan usia antara mereka, namun itu semua terhapusakn oleh rasa percaya kepada Allah bahwa jodoh hanya Dia yang menentukan.

Semoga cerita ini bisa memberikan kita inspirasi bahwa kalau memang jodoh apapun perbedaannya pasti akan hilang.

Minggu, 24 Oktober 2010

morfem

Linguistik adalah suatu ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah. Ilmu linguistik mempunyai objek yang jelas, yaitu bahasa manusia. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam interaksi sosial. Sesuatu yang dialami, dihayati, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa. Bahasa yang dipakai manusia untuk berinteraksi mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Bahasa terbentuk dari hasil konvensi dalam masyarakat pengguna bahasa. Untuk itu, ilmu linguistik mempunyai metode yang beragam untuk mempelajari bahasa tersebut dengan berbagai tujuan.

Bahasa senantiasa mengalami perkembangan. Dalam hal ini linguistik berperan untuk mendeskripsikan suatu sistem bahasa. Linguistik juga berperan dalam memprediksi perkembangan yang terjadi pada suatu bahasa, sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan bahasa dapat segera diperbaiki.

Dalam linguistik terdapat bidang-bidang ilmu yang membentuk tataran atau hierarki bahasa, yaitu fonologi, sintaksis, dan morfologi. Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna leksikal dalam bahasa tersebut. Sintaksis adalah bidang linguistik yang menyelidiki semua hubungan antar kata dan antar frase dalam kalimat. Sedangkan yang dimaksud morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.

Kita dapat mempelajari proses-proses terjadinya kata, bentuk kata, dan fungsinya dengan mempelajari morfologi. Dalam morfologi dikenal istilah morfem. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, 2001: 141). Pembahasan kali ini akan difokuskan pada bagian dari bidang ilmu morfologi yang membahas masalah morfem dan proses-proses morfemis dalam suatu bahasa.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Untuk lebih mengenal dan memahami morfem, dijabarkan prinsip-prinsip pengenalan morfem sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk yang berulang-ulang muncul dan mempunyai pengertian sama, termasuk morfem yang sama. Contoh: menjalankan, berjalan, perjalanan, dijalankan.
2. Bentuk-bentuk yang mirip (hampir sama) yang mempunyai pengertian yang sama termasuk morfem yang sama, apabila kondisinya atau sebab perbedaanya dapat diterangkan secara fonologis. Contoh: impossible, inconventional, irreguler.
3. Bentuk-bentuk yang mirip (hampir sama) yang mempunyai pengertian sama, termasuk morfem yang sama, apabila kondisinya atau sebab perbedaanya dapat diterangkan secara morfogis. Contoh:beranjak, belajar, beternak.
4. Bentuk-bentuk yang sama merupakan morfem yang berbeda apabila berbeda pengertiannya. Di dalam semantik bentuk semacam ini disebut homonim. Contoh: bisa ular, bisa membaca.
5. Bentuk-bentuk yang sama merupakan morfem yang sama, apabila pengertiannya berhubungan dengan distribusi yang berbeda. Di dalam semantik bentuk semacam ini disebut polisemi. Contoh: kepala sekolah, kepala kantor, sakit kepala.
6. Apabila suatu bentuk terdapat di dalam kombinasi satu-satunya dengan bentuk lain yang pada gilirannya dapat berdiri sendiri atau dalam kombinasi dengan bentuk-bentuk lain, maka bentuk tersebut dapat disebut morfem juga (morfem unik). Contoh: beras petas, sayur mayur.
7. Apabila di dalam suatu deretan struktur terdapat perbedaan yang tidak terwujud (berupa kekosongan), maka kekosongan itu dianggap morfem kosong (morfem zero).[1]
Secara struktur, morfem dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu morfem bebas, terikat; asal, imbuhan; utuh, terbagi.[2]

Morfem dibedakan sebagai morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas dapat “berdiri sendiri”, yaitu bisa terdapat sebagai suatu “kata”, sedang morfem terikat tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata.[3] Contoh: benci, minum, dan satu merupakan morfem bebas, sedangkan ter- dalam tercipta adalah morfem terikat.

Bentuk bebas biasanya mempunyai arti leksikal, sedangkan bentuk terikat biasanya tidak mempunyai arti leksikal namun mempunyai arti gramatikal. Ada juga bentuk terikat yang mempunyai arti leksikal. Bentuk bebas yang tidak mempunyai arti leksikal disebut partikel. Bentuk terikat yang mempunyai arti leksikal disebut klitik.[4]

Selanjutnya morfem dibedakan menjadi morfem asal dan imbuhan. Morfem asal adalah morfem yang berupa kata dasar yang dilekati imbuhan. Sedangkan imbuhan tersebut disebut sebagai morfem imbuhan. Misalnya dalam kata bermalam, malam adalah morfem asal dan ber- adalah morfem imbuhan.

Morfem dibedakan lagi menjadi morfem utuh dan morfem terbagi. Contohnya kata sambung sebagai kata dasar utuh. Kata kesinambungan terdiri atas imbuhan terbagi ke-।-an dan morfem pradasar (morfem yang membutuhkan pengimbuhan atau pengklitikan atau pemajemukan untuk menjadi bentuk bebas): sinambung, terdiri atas sambung yang menjadi terbagi karena adanya imbuhan yang berupa infiks -in-.[5]
MODEL BELAJAR BAHASA

A MODEL PEMBELAJARAN MENURUT PARA AHLI

Ada beberapa model pembelajaran menurut para ahli, yakni sebagai berikut:
1. Model Interaksi Sosial
Hampir sama dengan model pembelajarn menurut kontekstual (CTL) yaitu suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan semua hal kejadian yang ada dalam kenyataan hidup diingkungan sekitarnya. Model ini berupaya untuk memfasilitsi siswanya untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang konkrit.

2. Model Pengolahan Informasi
Yaitu susatu proses belajar yang dilakukan oleh siswa untuk mencari dan memperoleh informasi dari orang yang satu dengan orang lain.

3. Model Personal Humanistik
Yaitu suatu proses yang sesuai dengan kondisi belajar, yaitu jika kondisi pelaksanaan belajar siswa itu mendukung maka akan lebih mudah menerima pembelajaran jika dibanding dengan kondisi belajar yang tidak mendukung.

4. Model Modifikasi Tingkah laku
Hampir sama dengan model pembelajaran menurut Gerlach dan Elly serta Jerold E. Kemp, yaitu suatu proses belajar yang dilaksanakan dari suatu aktivitas untuk menentukan tujuan kemudian menganalisis karakter siswa tersebut dari tingkah laku yang buruk hingga ke tingkah laku yang baik.

B. KOMPONEN-KOMPONEN PEMBELAJARAN

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen tersebut meliputi:
a. Tujuan / Kompetensi
Seorang guru harus memiliki tujuan utama agar didalam proses belajarnya untuk memperoleh hasil yang baik dan peserta didiknya paham dengan apa yang telah disampaikan oleh guru.

b. Materi
Yaitu guru harus memiliki suatu materi atau bahan yang mudah untuk memahami dan dipahami oleh para siswanya.

c. Metode
Seorang guru harus memiliki metode atau cara pembelajaran, metode yang digunakan antara lain: metode diskusi, ceramah / satu arah, atau dua arah.

d. Evaluasi
Guru harus mengevaluasi siswa, agar siswa lebih dapat memahami materi yang belum diketahui.

Apabila anatara pendekatan, strategi metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka akan terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dalam kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus/bingkai dari penerapan dengan satu pendekatan, motode dan teknik pembelajaran.

C. CIRI KHAS SISTEM PEMBELAJARAN

Ada tiga ciri khas dalam sistem pembelajaran, seperti yang dikemukakan Oemar Hamalik yaitu:
1. Rencana
Ialah perataan ketenagaan, material dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.

2. Kesalingtergantungan
Ialah antara unsur-unsur dalam sisitem pembelajaran yang serasi dalam keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial dan masing-masing memberikan sumbangan kepada sistem pembelajaran.

3. Tujuan
Sistem pembelajaran memiliki tujuab tertentu yang hendak dicapai, seperti sistem transportasi, sistem komunikasi, pemerintahan semuanya itu memiliki tujuan.

D. VARIABEL MODEL BELAJAR BAHASA

Menurut Stern (1983: 337-341) dalam mempelajari model bahasa terdapat lima variabel yang perlu diperhatikan:
a. Konteks sosial

Konteks sosial dalam model belajar bahasa sangat memperngaruhi karakteristik si terdidik dan kondisi belajar. Beberpa faktor yang berhubungan dengan konteks sosial adalah faktor-faktor ekonomi, buday dan bahsa yang juga sangat memeprngaruhi proses belajar bahasa.

Jika seorang anak yang tingkat ekonominya mencukupi pastilah orangtuany mendidik anak dan berusaha agar memperoleh pendidikan dan penguasaan yang lebih baik dibanding dengan anak yang berstatus ekonomi kurang. Tidak hanya faktor ekonomi, dalam faktor budaya anak yang tumbuh di lingkungan yang baik dan sehat pastilah bahasa yang ia gunakan lebih baik dibanding dengan anak yang tinggal di lingkungan yang buruk.

b. Karakteristik si terdidik

Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal / prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berfikir, mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotorik, daya kreativitas, dsb.
Anak yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi pasti akan lebih mudah belajar bahasa. Kemampuannya dalam berfikir dan mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan bahasa tentu akan berbeda dengan anak yang berintelegensi rendah.

2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial (sosiocultural) . Hal ini berhubungan dengan kepekaan atau sensitivitas siswa dalam menghadapi berbagai lingkungan yang berbeda.
Anak dapat membedakan kapan situasi harus menggunakan bahasa resmi atau tidak.

3. Karakteristik yang berkenan dengan perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan, minat, dll.
Anak manusia bersifat “unik”. Unik disini sangat beragam namun dititik beratkan pada pernyatan bahwa tidak ada manusia yang sama. Sikap, perasan, minat, dll tentu berbeda-beda. Dari penggunaan bahasanya saja maka dapat dilihat kepribadiannya.

c. Kondisi belajar

Dalam proses belajar, kondisi belajar sangat menentukan. Kondisi belajar yang nyaman dan mendukung akan sangat membantu. Permasalahan yang sering di alami adalah karena budaya dan struktur geografis yang beranekaragam. Khususnya bahasa, anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar bahasa. Hal ini disebabkan karena mereka harus menggunakan dua bahsa yang berbeda. Disekolah harus menggunakan bahasa Indonesia sedangkan di lingkunngan rumah menggunakan bahasa ibu atau bahasa setempat.

d. Proses belajar

Belajar tentunya membutuhkan proses. Beberapa hal yang harus dipenuhi agar proses belajar berjalan dengan baik yaitu:
1. Ada tujuan yang dicapai
2. Ada bahan / materi
3. Ada siswa
4. Ada guru
5. Ada metode
6. Ada situasi
7. Ada penilaian

Dalam proses belajar, berkaitan dengan strategi, teknik dan pelaksanaannya. Anak-anak dapat menentukan sediri metode apa yang bagus dalam proses belajar. Anak diberi pengarahan agar dapat memahami berbagai keterampilan berbahasa.

e. Hasil belajar

Hasil belajar dapat diperoleh dari proses belajar. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan peserta didik dalam menguasai materi yang diberikan melalui penampilannya. Jika seorang anak telah melalui proses belajar untuk memahami bagaimanakah penggunaan kaidah bahasa indonesia yang baik dan benar. Dinyatakan baik, jika penggunaannya sesuai dengan kaidah atau ketentuan yang berlaku dan dinyatakan benar jika menggunakan bahasa indonesia sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.

Hasil belajar tidak hanya bisa dilihat dari laporan penilaian (rapor) tapi juga dari kecakapannya berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

F. MODEL BELAJAR BAHASA

Belajar bahasa adalah suatu proses atau usaha untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan berbahasa. Dalam mempelajari bahasa, kita dapat menggunakan beberapa model pembelajaran yang telah ada. Adapun model pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan dalam mempelajari bahasa adalah model pembelajaran interaksi sosial atau CTL dan model pembelajaran pengolahan informasi. Kedua model pembelajaran tersebut menugaskan siswa untuk aktif dalam memperoleh pelajaran dari orang yang satu dengan orang yang lain dan membuat siswa untuk berfikir dengan menghubungkan proses pembelajaran dengan pengalaman hidup. Siswa harus mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang konkrit.

periodisasi sastra indonesia

content="Microsoft Word 11">

Periodisasi Sastra Indonesia

Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain.

MENURUT NUGROHO NOTOSUSANTO

A. Kesusastraan Melayu Lama

B. Kesusastraan Indonesia Modern

1. Masa Kebangkitan

a. Periode 1920

b. Periode 1933

c. Periode 1942

2. Masa Perkembangan

a. Periode 1945

b. Periode 1950

MENURUT AJIP ROSIDI

A. Masa Kelahiran

1. Periode awal abad ke-20 sampai dengan tahun 1933

2. Periode 1933 s.d. 1942

3. Periode 1942 s.d. 1945

B. Masa Perkembangan

1. Periode 1945 - 1953

2. Periode 1953 - 1960

3. Periode 1960 - sekarang

MENURUT HB. JASSIN

A. Kesusastraan Melayu Lama

B. Kesusastraan Indonesia Modern

1. Angkatan 20

2. Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru

3. Angkatan 45

4. Angkatan 66

MENURUT JS. BADUDU

A. Kesusastraan Lama

1. Kesusastraan Masa Purba

2. Kesusastraan Masa Hindu-Arab

B. Kesusastraan Peralihan

1. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi

2. Angkatan Balai Pustaka

C. Kesusastraan Baru

1. Angkatan Pujangga Baru

2. Angkatan Modern (Angk. 45)

3. Angkatan Muda

MENURUT SABARUDDIN AHMAD

A. Kesusastraan Lama

1. Dinamisme

2. Hinduisme

3. Islamisme

B. Kesusastraan Baru

1. Masa Abdullah bin Abdul-kadir Munsyi

2. Masa Balai Pustaka

3. Masa Pujangga Baru

4. Masa Angkatan 45

MENURUT ZUBER USMAN

A. Kesusastraan Lama

B. Zaman Peralihan (Masa Abdul-lah bin Abdulkadir Munsyi)

C. Kesusastraan Baru

1. Zaman Balai Pustaka

2. Zaman Pujangga Baru

3. Zaman Jepang

4. Zaman Angkatan 45

MENURUT USMAN EFFENDI

A. Kesusastraan Lama ( … sampai dengan 1920)

B. Kesusastraan Baru (1920 sampai dengan 1945)

C. Kesusastraan Modern (1945 sampai dengan …)

MENURUT ZAIDAN HENDY

A. Sastra Lama

1. Sastra Kuno

2. Sastra Zaman Hindu

3. Sastra Zaman Islam

B. Sastra Peralihan (Abdullah bin Abdulkadir Munsyi)

C. Sastra Baru

1. Angkatan Balai Pustaka

2. Angkatan Pujangga Baru

3. Angkatan 45

4. Angkatan 66

Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

  1. lisan
  2. tulisan

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:

  1. Angkatan Pujangga Lama
  2. Angkatan Sastra Melayu Lama
  3. Angkatan Balai Pustaka
  4. Angkatan Pujangga Baru
  5. Angkatan 1945
  6. Angkatan 1950 - 1960-an
  7. Angkatan 1966 - 1970-an
  8. Angkatan 1980 - 1990-an
  9. Angkatan Reformasi
  10. Angkatan 2000-an

1. Pujangga Lama

Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.

Beberapa hikayat pada angkatan pujangga lama

Hikayat Abdullah

Hikayat Aceh

Hikayat Amir Hamzah

Hikayat Andaken Penurat

Hikayat Bayan Budiman

Hikayat Djahidin

Hikayat Hang Tuah

Hikayat Iskandar Zulkarnain

Hikayat Kadirun

Hikayat Kalila dan Damina

Hikayat Masydulhak

Hikayat Pandawa Jaya

Hikayat Pandja Tanderan

Hikayat Putri Djohar Manikam

Hikayat Sri Rama

Hikayat Tjendera Hasan

Tsahibul Hikayat

Syair

Syair Bidasari

Syair Ken Tambuhan

Syair Raja Mambang Jauhari

Syair Raja Siak

Kitab agama

Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri

Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri

Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai

Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

2. Zaman Sastra Melayu Lama

Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain. Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.


Robinson Crusoe (terjemahan)

Lawan-lawan Merah

Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)

Graaf de Monte Cristo (terjemahan)

Kapten Flamberger (terjemahan)

Rocambole (terjemahan)

Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)

Bunga Rampai oleh A.F van Dewall

Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe

Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan

Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya

Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)

Cerita Nyi Paina

Cerita Nyai Sarikem

Cerita Nyonya Kong Hong Nio

dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

3. Angkatan Balai Pustaka

Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisar tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.

Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.

Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:

· Azab dan Sengsara (1920)

· Binasa kerna Gadis Priangan (1931)

· Cinta dan Hawa Nafsu

· Siti Nurbaya (1922)

· La Hami (1924)

· Anak dan Kemenakan (1956)

· Tanah Air (1922)

· Indonesia, Tumpah Darahku (1928)

· Kalau Dewi Tara Sudah Berkata

· Ken Arok dan Ken Dedes (1934)

· Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)

· Cinta yang Membawa Maut (1926)

· Salah Pilih (1928)

· Karena Mentua (1932)

· Tuba Dibalas dengan Susu (1933)

· Darah Muda (1927)

· Asmara Jaya (1928)

· Salah Asuhan (1928)

· Pertemuan Djodoh (1933)

4. Angkatan Pujangga Baru

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.

Cirinya adalah

  1. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
  2. Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
  3. Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
  4. Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
  5. Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
  6. Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.

Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.

Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :

  1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
  2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

Penulis dan Karya sastra Pujangga Baru


5. Angkatan ’45

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.

6. Angkatan 1950-1960an

Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa. Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an



7. Angkatan 1966 - 1970-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

7. Angkatan 1980-1990an

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.

Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.

Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.

Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.

Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.

Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an

9. Angkatan Reformasi

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

10. Angkatan 2000-an

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000