Gadhul bashar yang dalam bahasa indonesia diartikan sebagai menjaga pandangan, menjaga pandangan dalam islam sangatlah dianjurkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah ayat Al quran dijelaskan, yang artinya :
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra:32).
Terbersit dalam benak di hati, “terus apa hubungannya zina dengan menjaga pandangan??” gumam dalam hati. Dalam Hadist yang di riwayatkan Oleh Abu Huaraira r.a dijelaskan:
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).
Hadist tersebut menjelaskan sedikit banyak tentang bahaya zina, dan hal tersebut dapat berawal dari pandangan seperti yang jelaskan dalam sebuah ayat alquran di bawah ini :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. 24:30)
Dan diperkuat dalam hadist shahih berikut :
Mari kita dengarkan bagaimana Ummu Salamah berkisah tentang santunnya ‘Utsman bin Thalhah dalam perjalanan mereka ke Madinah.
Sungguh, hanya Allah yang mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu.
Ya. Padahal Ummu Salamah adalah salah satu wanita tercantik di MAkkah, dan ‘Utsman pun tergolong tampan.
Agaknya, ketundukkan pandangan ‘Utsman bin Thalhah, kemuliaan akhlaqnya, dan kesuciannya inilah yang membuat Rasulullah mencegah ‘Umar membunuhnya saat dia masih musyrik dan menjadi tawanan Badar.
Bahkan kemudian, beliau menetapkan hak pemegang kunci Ka’bah padanya dan keturunannya saat penaklukan Makkah. Inilah yang beliau SAW lakukan, meski ‘Ali sang menantu mulia menginginkan dan meminta kedudukan itu untuk disatukan dengan hak pemberian minum jama’ah haji yang ada pada keturunan ‘Abdul Muthalib.
Ibnu Ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggal kisah Ummu Salamah.
Dan inilah yang dituturkan Ummu Salamah :
Utsman bin Thalhah bertanya kepadaku, “hendak pergi kemana wahai putri Abu ‘Umayah?”
Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat.
Demi Allah, aku tidak pernah bepergian dengan seorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.
Jika tiba di suatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta, kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun, dia menuntun untaku dan mengikatnya disebuah pohon.
Kemudian ia menyingkir dan mencari pohon lain, berteduh dibawahnya sambil tidur telentang. Jika sudah dekat waktunya untuk melanjutkan perjalanan, dia mendekat ke arah untaku dan menuntunnya.
Sambil agak menjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”
Jika aku sudah naik dan duduk dengan mapan di dalam sekedup, dia mendekat lagi dan menuntun tali kekang unta.
Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia mengantarku sampai ke Madinah.
Setelah melihat perkampungan bani ‘Amir bin ‘Auf di Quba’, dia berkata :” Suamimu ada di kampung itu. Maka masuklah ke sana dengan barakah Allah.”.
Setelah itu, ia membalikkan badan dan kembali ke Makkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar