Selasa, 28 Februari 2012

cerita kehidupan

Saat ku tatap wajah ku di cermin, terbayang dalam benakku cerita-cerita indah yang pernah ku lalui bersama mereka. Para teman, sahabat terbaikku, dan indahnya kebersamaan bersama keluarga. Tak ku pungkiri kenangan bersama orang spesial yang pernah hinggap dalam cerita hidupku.
Terlintas dalam benakku wajah-wajah teman yang pernah menghiasi hari-hari indah ku, baik itu saat duduk di dunia pendidikan maupun yang selalu menemani ku dalam menjalani hari-hari dirumah. Ku akui dirumah aku tidak mempunyai teman akrab, hanya teman-teman bersama mengaji. Saat-saat bersama mereka sangat ku kenang, saat kami pergi bareng, menjemput teman dari rumah kerumah sampai bolos mengaji bersama-sama. tapi sayang nya aku selalu berpindah-pindah tempat mengaji, Awalnya nenek ku memiliki tempat pengajian sendiri dirumah, tanpa memungut bayaran sedikit pun. Kata nenek ku, ilmu itu harus di bagi dengan yang lain, supaya berkah tapi mungkin karena umur ku yang saat itu masih sangat kecil jadi belum mengerti apa yang dimaksud nenek ku. Kakek ku meninggal saat aku duduk dikelas 1 SD, saat dimana anak kecil belum mengerti yang namanya kematian. Untuk mengisi hari-harinya nenek membuka pengajian dirumah. Dengan nenek aku hanya mengaji sebentar hanya sampai menginjak Iqro' 3. Setelah aku masuk Sekolah Dasar, ayah menyuruh ku untuk mengaji di salah satu TPA yaitu di Masjid Ash-Sholihin. Disana ada teman baik nenek ku yang juga mengasuh pengajian disana. Alhamdulillah disana aku dapat menyelesaikannya dan bisa ikut Wisuda walaupun umur ku saat itu paling muda. Pengorbanan ku selama kurang lebih 6 tahun naik turun mendaki tebing masjid tidak sia-sia. Inilah pertama kalinya aku bisa membahagiakan nenek ku.
Selesai disana aku melanjutkan mengaji di dekat rumah ku, disana tidak dipungut biaya sedikitpun, karena kakak yang mengasuh mengaji disana hanya ingin menjalankan keinginan ayah nya yang telah meninggal dunia untuk dapat mengajar ngaji. Yang paling ku ingat saat disana adalah saat di ajarkan sholat, karena rumah tempat kami mengaji itu adalah lantai dua dari rumah kayu tua, maka tempat kami sholat beralaskan tikar. Kata kakak, "Kalau sholat itu tidak boleh main-main, kalau jidatnya tidak terjiplak motif tikarnya, berarti main-main, dan akan kakak hukum dengan rotan". Masih sangat ku ingat setiap pulang mengaji jidat ku selalu merah karena terlalu ku tekan saat sujud. Kalau dipikir-pikir, ternyata ajarannya itu memang benar karen saat sujud jidat dan hidung harus kena sajadah.
Saat di Sekolah Dasar aku bukan lah anak yang pandai. Dari kelas 1 sampai kelas 4 SD tidak pernah masuk peringkat tiga besar. Namun saat adik ku yang nomor dua masuk di SD yang sama dengan ku, teman-temanku mulai membanding-bandingkan aku dan adik ku. Adikku selalu peringkat tiga besar dan tiap pengumuman raport dia selalu mendapat penghargaan. Aku pun mulai belajar dengan giat untuk menyaingi adikku dan alhamdulliah sekali saat kelas 5 aku menyabet peringkat pertama dikelas dan saat pembagian raport aku dan adikku sama-sama maju untuk mendapatkan penghargaan. Sayang nya, ayah kami adalah orang yang cuek dengan prestasi kami. Terkadang aku iri dengan teman-teman ku, meskipun mereka hanya mendapat peringkat 10 besar tapi mereka selalu mendapat hadiah dari orang tua mereka, sedangkan kami tidak. Tapi syukurnya kami memiliki kakek dan nenek angkat ibu, yang selalu bangga dengan prestasi kami. Setiap kami mendapat raport mereka selalu memberikan hadiah, kekecewaan kami pun hilang.
Dengan nilai yang ku miliki akhirnya aku bisa melanjutkan sekolah ke sekolah favorit di kota ku, SMP N 1, yang berstandart nasional. Saat kelas 1 SMP nenek ku meninggal dunia, saat itu aku baru tahu betapa kehilangannya orang yang sangat ku sayangi  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar